Tampilkan postingan dengan label Kethoprak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kethoprak. Tampilkan semua postingan

Minggu, 03 November 2013

Kethoprak Mataram - Ki Ageng Mangir


Cover Ki Ageng MangirMangir adalah sebuah kademangan diwilayah Kerajaan Mataram.  Kademangan adalah sebuah wilayah , yang membawahi lurah (Kalau sekarang  setingkat Kecamatan) yang dipimpin oleh seorang Demang yang keberadaannya hanya mencakup aspek administratif.  Karena  sejauh ini belum ada referensi yang mengisahkan adanya proses pemilihan demang.  Itu artinya, demang “ditunjuk” oleh Raja dan dia hanya memiliki kekuasaan secara “administratif” (mungkin dapat diistilahkan dekonsentrasi).  Keberadaanya adalah sebagai wakil pemerintah pusat.
Tetapi tidak demikian dengan Kademangan Mangir.  Ki Ageng Wanabaya (yang kemudian dikenal dengn sebutan Ki Ageng Mangir) telah mendapatkan kewenangan memimpin Mangir sebagai “ daerah perdikan” (secara terminologis berasal dari kata “merdika”).  Itu artinya ki Ageng Mangir juga memiliki kekuasaan otonomi dan bukan hanya masalah “adminstratif” belaka.  Atas dasar itulah, maka Ki Ageng Mangir merasa punya hak untuk tidak tunduk dibawah perintah mataram.  Obsosesinya adalah untuk membawa Mangir menjadi daerah merdeka.  Bebas dari perintah Mataram.
Postingan saya kali ini adalah Berupa Ketoprak Mataram dalam format MP3 yangmenceritakan babak akhir dari sepak terjang KI Ageng Mangir dalam upayanya mendirikan wilayah merdeka.  Akan tetapi menarik pula untuk disimak adalah latar belakang Ki Ageng Mangir sendiri yang jika meruntut pada Babad Tanah Jawa ternyata menimbulkan kontroversi yang sampai saat ini (konon) masih “gayeng” dalam perbincangan di kalangan arkeolog, sejarawan dan budayawan.
Bukan berlebihan memang apabila memperbincangkan Babad Mangir khususnya dan Babad Tanah Jawa pada umumnya harus pula mempertimbangkan aspek budaya.  Bukan dari aspek sejarah dan arkeologi semata.  Babad Tanah Jawa bukanlah kepingan artifak dan lembaran-lembaran naskah saja.  Ia adalah sebuah sebuah catatan budaya yang punya jiwa. Lihatlah batapa Babad Mangir masih juga menimbulkan tanya.
Alkisah, pada saat  Kademangan Mangir dilaksanakan acara “bersih desa”, semua warga masyarakat berkumpul  dan begotong royong untuk membantu.  Laki-laki, perempuan, tua, muda, semua terlibat dalam hajatan tersebut.
Seorang gadis yang turut serta dalam kegiatan itu lupa tidak membawa pisau sehingga praktis tak ada yang dapat ia kerjakan.  Melihat hal itu, Ki Ageng Mangir meminjamkan keris saktinya kepada sang gadis agar bisa ikut membantu kegiatan di dapur (jw: rajang-rajang) tetapi dengan satu pesan (wewaler) agar keris itu tidak dipangku (diletakkan di pangkuan). Celakanya karena asyik membantu sang gadis lupa dan tanpa sengaja keris ki ageng mangir dipangku. Akibatnya saunggu diluar dugaan.  Karena kesaktian keris KI Ageng Mangir,  si gadis hamil.  Lalu   atas kawicaksanan (kebjkasanaan dan kemurahan hati) ki Agemng Mangir, si gadis tidak dihukum tetapi diasingkan ke tengah hutan.  Selesai?
Belum.  Akibat melanggar wewalerdari KI Ageng Mangir, maka ketika lahir bayi yang dikandung sang gadis tidak berwujud manusia, tetapi berwujud seekor ular yang kemudian diberinama Baru Klinting.  Makin hari, Baru Klinting tumbuh semakin besar an pada saatnya menayakan siapa  ayahnya.  Sang ibu menceritakan sebab musabab kelahirannya.  Atas dasar itu, baru klinting menganggap bahwa ayahnya adalah Ki Ageng Mangir.  Maka Berangkaltah ia ke Mangir untuk mendapatkan pengakuan sebagai anak.
Perjalanan Baru Klintingpun merupakan bagian cerita yang tak kalah menarik dimana dia melewati legenda “Terjadinya Rawa Pening” dan seterusnya.  Tapi saya tak hendak menceritakan itu karena fokus cerita dadalah Ki Ageng Mangir yang cuma 1 kaset.  Jadi untuk mengimbanginya saya rasa perlu untuk membuat ilustrasi yang relatif panjang :)
Singkat cerita, baru klinting sudah menghadap kepada Ki Ageng Wanabaya di Kademangan Mangir.  Ki Ageng Mangir bersedia menerima Baru Klinting sebagai anak, dengan syarat Baru Klinting sanggup bertapa melingkari Gunung Merapi dengan tubuhnya.  Baru Klinting sanggup dan dia mulai melingkarkan tubuhnya di gunung Merapi.  Sayang, panjang tubuhnya tadak cukup untuk melingkari gunung Merapi, hanya kurang setangah depa.  Maka untuk melengkapinya, Baru Klinting menjulurkan lidahnya agar tercapai syarat yang diajukan Ki Ageng Mangir.  Pada saat lidahnya terjulur itulah, maka Ki Ageng Mangir mencabut pedang dan memotong lidah Baru Klinting.  Potongan lidah berubah menjadi tombak sakti bermata dua yang kemudian diberinama Kyai Baru Kuping.
Disinilah peran sastrawan dan budayawan untuk menggali makna yang tersirat dalam cerita Babad Mangir tersebut.  Manusia jaman sekarang akan dengan mudah dan berani “menterjemahkan” cerita tersebut dalam versi dunia modern yang sangat permisif  dan rasional.
Jelasnya, tidak ada keris yang dipinjamkan Ki Ageng Mangir kepada sang  Gadis dengan sebuah pesan agar keris tidak dipangku.  Yang ada adalah perbuatan tidak senonoh yang dilakukan oleh seorang demang kepada salah satu warganya (yang kebetulan cantik) yang mengakibatkan hamilnya sang Gadis.
Tidak ada kelahiran seekor ular dari rahim seorang gadis.  Yang ada adalah aib.  Maka ketika Baru Klinting (bersama ibunya, tentu) meminta pertanggung jawaban pada Ki Ageng Mangir, jawabnya adalah “memotong lidah”  mereka agar tidak menceritakan kepada siapapun.
Lalu tidak ada Lidah Ular yang berubah menjadi Pusaka Tombak Sakti.  Yang ada hanyalah bahwa lidah / pengakuan anak itulah yang sekarang menjadi “turf”, kartu sakti, sehingga dimata Panembahan Senapati, Ki Ageng Wanabaya tetap bersih.  Maka “tombak sakti Kyai Baru Kuping” itulah yang dibawa menghadap Panembahan Senapoti tatkala ia akan melamar Nyi Pambayun.
Tapi kenapa cerita harus disamarkan dan dibesut sedemikian rupa untuk sorang pemberontak bernama Ki Ageng Mangir Wanabaya? Ya, karena bagaimanapun juga Ki Ageng Mangir Wanabaya adalah menantu Panembahan Senapati Ing Alaga Peneteg Sayidin Panatagama Kalipatulah, Raja Mataram.  Dan bayi yang dikandung Nyi Pambayun mengalir darah Raja Mataram.  Budaya Jawa menjawab dengan tegas : MIKUL DHUWUR MENDHEM JERO.
Selanjutnya kembali pada kebijksanaan anda untuk menilai.  Yang jelas satu lakon ketoprak dengan penggarapan dan pembawaan yang nyaris sempurna oleh Keluarga Ketoprak Mataram Sapta Mandala Kodan VII Diponegoro, saya persembahkan untuk anda nikmati……………..
( Saking daleme mas Guntur Sragen )
  1. Ki Ageng Mangir 1
  2. Ki Ageng Mangir 2
  3. Ki Ageng Mangir 3 (tamat)

Kethoprak Angling Darma.

Cerita Ketoprak Angling Darma (Setyowati) oleh Keluarga Ketoprak Mataram Kodam VII Diponegoro pimpina bangong Kusudiharjo dengan dukungan pemain:
  • Angling Darma : Widayat
  • Bathik Madrim: Marjito
  • Kalawedati       : Pujaleksana
  • Asmarawati     : Jumilah
  • Setyawati         : Marsidah, Bsc
  • Nagaraja          : Rukiman
  • Kalamambang: Anjarwani
  • Panakawan     : Cokro Dkk
Monggo di midangetaken saking mas Guntur Sragen .
  1. Ketoprak Mataram, Angling Darmo (Setyowati)_01
  2. Ketoprak Mataram, Angling Darmo (Setyowati)_02
  3. Ketoprak Mataram, Angling Darmo (Setyowati)_03
  4. Ketoprak Mataram, Angling Darmo (Setyowati)_04 (tamat)

Minggu, 13 Januari 2013

Kethoprak Mataram - Lair Sajroning Kubur

Mendiang Prabu Ranggajaya meninggalkan seorang putra dari permaisuri yang juga sudah meninggal yaitu Pangeran Jayengkusuma. Sementara itu, dari garwa ampeyan yaitu Dewi Asmarawati, mempunyai seorang putera bernama Jayengrasa. Belakangan Dewi Asmarawati mengangkat dirinya menjadi Permaisuri atas dukungan Patih Basunanda yang juga kakaknya sendiri dengan harapan agar puteranya bias diangkat menjadi raja.
Akan tetapi rencana itu tidak bisa berjalan mulus mengingat Jayengrasa sudah cukup dewasa dan mengetahui bahwa dirinya juga berhak berhak menjadi raja, karena dirinya juga putera laki-laki dari garwa prameswari. Oleh karena itu, Asmarawati membuat sayembara kepada siapapun yang berhasil mendapatkan “Keris Nagarunting Luksanga” berhak atas tahta kerajaan. Maka berangkatlah Jayengrasa dan Jayengkusuma keluar istana untuk mencari Keris Nagarunting Luksanga tersebut,
Keris Nagarunting Luksanga sebenarnya berada di Pertapaan Tegalwening dan Jayengrasa sudah sudah sampai ditempat itu, bahkan bertemu dengan Retnasih, anak sang pertapa pemilik keris sakti itu. Lebih dari itu, Jayengrasa juga menaruh hati kepada Retnasih. Namun karena sikap dan perilakuknya yang tidak baik, Ratnasih menolak cinta Jayengrasa dengan cara yang halus.
Singkat cerita Jayengkusuma juga berhasil masuk masuk ke pertapaan, bertemu sang pertapa dan mendapatkan Keris Nagarunting Luksanga serta mempersunting Retnasih. Akhirnya Jayengrasa berhasil menjadi Raja. Ketika menghadapi serangan dari Prabu Gajah Angun-angun, Retnasih harus ditinggal sendiri di Kerajaan. Inilah saat yang dtunggu oleh Asmarawati dan Jayengrasa yang merasa cintanya ditolak oleh Retnasih dan bahkan menikah dengan Jayengkusuma. Mereka menyiksa Retnasih yang tengah mengandung. Karena beratnya siksaan maka Retnasih meninggal. Jasadnya dikubur di sebuah pemakaman yang tak terpakai.
Apakah Retnasih benar-benar maninggal? Bagaimana nasib bayi yang dikandungnya? Silahkan mengikuti ceritanya dalam Lakon Ketoprak ngan Latar Belakang Kerajaan Jenggala yang dengan manis dibawakan oleh Keluarga Ketoprak Mataram Sapta Mandala Kodam VII Diponegoro. Dengan dukungan pemain:
- Patih Basunanda     : Rukiman
- P. Jayengkusama   : Widayat.
- Endang retnasih     : Marsidah
- P. Jayengrasa          : Marjiyo.
- Ratu Asmarawati   : Kadariyah.
Bagi yang berminat pada Lakon Ketoprak Mataram dengan Cerita Lahir Sajroning Kubur, dapat mengunduh file-filenya disini ( Koleksi Mas Guntur - Jaman Semana )…………..
  1. Ketoprak Mataram, Lahir Sajroning Kubur 1
  2. Ketoprak Mataram, Lahir Sajroning Kubur 2
  3. Ketoprak Mataram, Lahir Sajroning Kubur 3
  4. Ketoprak Mataram, Lahir Sajroning Kubur 4 (tamat)    

Senin, 10 Desember 2012

Kethoprak Mataram - Ratu Kidul

 
Kethoprak Mataram Sapta Mandala Kodam VII Diponegoro pimp : Bagong Kussudiardjo
bersama Marsidah Bsc dkk.
 
Cerita ini akan lebih tepat disebut sebagai Lakon Banjaran, karena menceritakan awal keterlibatan Ratu Kidul dalam sejarah panjang Mataram yang –konon- dari Jaman Panembahan Senapati Ing Alaga Paneteg Panatagama Kalipatulah Ingkang Jumeneng Angka I atau yang lebih dikenal sebagai Panembahan Senapati atau Sutawijaya.  Konon juga, terjadi komitmen antara Ratu Kidul dengan Sutawijaya, bahwa dia (Ratu Kidul) akan membantu raja-raja Mataram hingga kencar-kencar turun maturun.
 ( mas Guntur - Jaman Semana )

donlot empe 3 ne :
http://www.mediafire.com/?kp2jownn48lt0am

Minggu, 09 Desember 2012

Kethoprak Mataram - Hamengkubuwana I


pangeran mangkubumiBumi Sukawati yang di berikan oleh Susuhunan Pakubuwana II kepada Pangeran Mangkubumi sebanyak 2000 karya dianggap oleh sebagian para pangeran dan tumengung  terlalu luas yang apabila dibiarkan akan menimbulkan rasa iri yang pada gilirannnya bisa menjatuhkan wibawa Susuhunan Pakubuwana II.  Hal ini dikemukakan oleh Patih Pringgalaya ketika pasowanan agung Kasunanan Surakarta.
Sayangnya, Pakubuwana II termakan oleh hasutan Patih Pringalaya tersebut dan memutuskan untuk mengurangi Tanah Hak milik Mangkubumi sebanyak 1000 karya dan sekaligus diberikan kepada patih Pringgalaya.
Pada saat yang sama datang Residen Hongdorf atas nama Gubernur Hindia Belanda di Batavia untuk membicarakan balas jasa yang harus diberikan oleh Susuhunan Pakubuwana II kepada Kompeni ketika membantu Geger Pacinan beberapa saat sebelumnya.  Adapun syarat yang dimajukan oleh Hongedorf antara lain:
  1. Pekalongan sampai Jepara harus disewakan kepada Kompeni
  2. Susuhunan Pakubuwana II mengijinkan Bengawan Solo digunakan oleh Belanda untuk memasukkan kapal dagang mereka.
  3. Penggantian tahta Kasunanan harus mendapat persetujuan Gubernur Jenderal Belanda.
  4. Untuk menjaga keselamatan Pakubuwana II, Kumpeni bermaksud membangun beteng pertahanan di sekitar keraton Kasunanan.
Lambang_PakubuwanaSekali lagi, Pakubuwana II termakan hasutan Patih Pringgalaya dan menandatangani perjanjian yang dibuat oleh Hongedorf tersebut.  Kemudian hari ternyata kesalahan ini berdampak pada sejarah panjang Kasunanan Surakarta Hadiningrat.  Tentu saja Mangkubumi menolak keputusan yang dibuat secara sepihak oleh Susuhunan Pakubuwana II dan akan mempertahankan Bumi Sukawati, bukan saja dari Pakubuwana II tetapi juga dari Kumpeni Belanda.
Ketika mangkubumi secara terang-terangan bermaksud meninggalkan keraton, Susuhunan Pakubuwana II justru memberikan restu dan menyerahkan 2 buah tombak untuk dipilih oleh Mangkubumi sebagai senjata dalam melawan Belanda.  Mangkubumi memilih tombak ditangan kiri Pakubuwana II yang ternyata itulah Tombak Kyai Plered.  Seperti kita ketahui, siapapun yang mampu menerima Kyai Plered, dialah yang mampu menerima “wahyu ratu”
Kisah panjang ini terangkai dengan sangat indah dan runtut oleh Keluarga Ketoprak Mataram " Sapta Mandala " Kodam VII Diponegoro pimpinan Bagong Kussudiharjo dengan dukungan pemain yang tak diragukan lagi kemampuan dan penjiwaannnya.
( Mas Guntur - Jaman Semana )

donlot kethoprakke :
http://www.mediafire.com/?t2m96twx8pz44jg

Kethoprak Mataram - Pangeran Sambernyawa


PANGERAN SAMBERNYAWA ( RM. Said / KGPAA Mangkunegoro I )
Kethoprak Mataram " Sapta Mandala " kodam VII Diponegoro
Pimpinan : Bagong Kussudiardjo

download kasette :
side A1
side A2
side B1
side B2